Karya: Satria Akbar (Mahasiswa FKIP Bahasa Inggris Unigha Sigli Aceh)
Mentari pagi mulai terbit di balik bukit, tetesan embun masih membekas di atas rerumputan, itik - itik mulai berjalan sembari berbaris dengan berbondong-bondong menuju persawahan untuk mencari makanan. burung-burung pun mulai bersiul-siul di atas pohon seakan- akan sedang bernyanyi menyambut pagi yang cerah. Rumahku memang terletak di pinggiran sawah yang tak jauh dari perbukitan.Seperti biasa setiap paginya aku menikmati secangkir kopi dengan pemandangan yang membuat hatiku damai. Setelah menikmati secangkir kopi aku beranjak menuju sumur yang tak jauh dari rumahku dan kemudian aku mulai menimba air untuk memandikan ibuku yang sudah sejak dua tahun terakhir menderita lumpuh. Namaku Akbar, aku merupakan anak tunggal dan aku menjadi tumpuan keluarga semenjak ayahku meninggal dunia kecelakaan empat tahun silam, ayahku merupakan supir di sebuah perusahaan kosmetik. setelah ayahku meninggal ibuku mulai menggeluti pekerjaan sebagai pencuci baju yang menerima upah hanya cukup untuk biaya makan sehari-hari. Karena keterbatasan ekonomi tersebut aku pun membuat keputusan untuk berhenti kuliah dan mulai bekerja sebagai tukang kebun untuk meringankan beban orang tuaku.
Namun dua tahun yang lalu ibuku jatuh pingsan ketika sedang menjemur baju yang di cucinya di halaman rumahku dan kemudian ibuku menderita lumpuh total. Semenjak itulah aku mulai bekerja keras untuk membiayai pengobatan beliau, aku tidak pernah berputus asa karena aku tau semua penyakit pasti ada obatnya kecuali maut. Itu yang sering ku dengar di balai pengajian dimana aku menuntut ilmu agama. Setelah memandikan dan menyuapi makanan untuk ibuku aku pamitan untuk berangkat kerja. Aku pun langsung beranjak menuju rumah haji Nasruddin, aku bekerja sebagai tukang kebun di rumah beliau. Aku berjalan menyusuri pematang sawah, dengan pakaian yang sudah lusuh dan kerah yang tadinya berwarna biru memudar menjadi putih mungkin karena sudah setahun lebih dan setiap hari aku memakainya. Tak lama kemudian aku pun sampai di rumah haji Nasruddin, seperti biasa aku langsung ke gudang dan mengambil perkakas dan mulai merapikan rumput. Tak pernah ku sangka dalam hidupku bahwa hari itu akan merubah hidupku selamanya. Iya hari itu haji nasruddin kedatangan tamu dari kota, seorang gadis cantik jelita yang merupakan kemenakannya. Disa namanya, gadis berwajah oval dan sangat menarik ini merupakan seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di kota. Wajahnya yang ayu tersebut membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama. Senyum tipis di balik lesung pipinya tersebut membuat hati ini bergetar.
Sungguh perasaan yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Hari itu aku pulang dengan hati yang sangat senang dan terkadang aku tersenyum-senyum sendiri dan hal ini membuat ibuku heran danmulai bertanya apa gerangan yang membuatku segitu gembiranya. Namun aku hanya tersenyum mencoba menyembunyikan ini semua karena hal ini membuatku sedikit malu mengutarakannnya kepada ibuku. Keesokan harinya aku berangkat kerumah haji Nasruddin dengan penuh semangat karena aku ingin melihat senyuman manis yang membuatku tak bisa tidur semalaman. Setibanya aku di rumah haji Nasruddin kulihat seseorang sedang menyirami bunga di taman, “tidak salah lagi,ini pasti gadis cantik yang aku lihat kemarin.” Gumamku dalam hati. Kemudian aku bergegas menuju gudang, namun baru beberapa langkah aku berjalan, ada seseorang yang menarik lenganku seraya berkata “ mas, tolong lihat ada dahan anggrek yang sudah patah”, aku menoleh dan kemudian aku tertegun, ternyata Disa gadis yang aku dambakan sudah berada tepat di depanku. “Ya Allah apa yang harus kukatakan, mulutku terkunci rapat. Tak ada satu patah katapun yang dapat aku katakan, jantungku berdegup kencang seperti gendang di malam takbiran”.Kemudian dengan terbata-bata aku berkata “ke..ke..”, belum sempat aku menjawab Disa menarik lenganku menuju anggrek yang patah tadi. “lihatlah anggrek ini mas”. Kuperiksa anggrek tersebut, dahannya memang patah. “oh ini karena hujan lebat semalam mbak , tapi tidak apa-apa mbak, nanti tunas baru akan muncul”jawabku dengan penuh keyakinan. Dari kejadian ini aku tahu Disa sangat menyukai anggrek, setiap hari Disa menemaniku menyiram anggrek dan akupun sudah tidak canggung lagi dengannya.
Hari berganti hari hubunganku dan Disa pun semakin erat dan tibalah suatu hari dimana hari itu merupakan hari istimewa buat Disa, iya hari itu Disa berulang tahun. Kulihat rumah haji Nasruddin dipenuhi oleh tamu undangan dan banyak sekali mobil yang di parkirkan di halaman sehingga hari itu aku tidak bekerja, aku datang kerumah haji Nasruddin hari itu sebagai tamu yang di undang oleh Disa. Banyak tamu datang dari kota itu terlihat dari setelan jas yang mereka kenakan. Aku datang dengan pakaian dan sepatu butut peninggalan ayahku dulu, tapi itu tak membuatku malu. Aku masuk kedalam rumah dan kulihat Disa sangat anggun mengenakan blouse panjang berwarna merah, Disa tersenyum melihat kehadiranku dan kemudian menghampiriku. “kenapa baru tiba sekarang ?”tanyanya.“oh, tadi di jalan macet” gurauku dengan senyum sarkastik. “Ah kamu bisa ajabar”. Kata Disa sambil mencubit lenganku. Setelah acara potong kue selesai aku beranjak pulang, baru beberapa langkah aku keluar dari halaman rumah haji Nasruddin kulihat Disa memanggil namaku dengan berlari kecil di belakangku.“kamu mau kemana bar?” tanya Disa. “Aku mau pulang Dis” jawabku. “janjinya kamu mau ajak aku ke bukit Giyanti.” Tuntut Disa. Oh iya aku hampir lupa kalau aku pernah berjanji di hari ulang tahun Disa aku akan mengajaknya kebukit Giyanti untuk melihat anggrek hutan yang tumbuh di bukit tersebut.“Mm..tapikan masih ada tamu di rumah.” Elakku. Tapi Disa tetap memaksakan kehendak ingin ke bukit Giyanti. “Aku tidak peduli dengan orang lain , aku hanya ingin melihat Anggrek-anggrek hutan itu, mungkin hanya kali ini kesempatan yang aku miliki. “ya sudah , ayo kita pergi” ajakku.
Setelah menempuh perjalanan kira-kira dua jam dengan berjalan kaki, akhirnya aku dan Disa tiba di bukit Giyanti.Kukatakan kepada Disa di bawah pohon besar itulah anggrek-anggrek hutan tumbuh.Dengan penuh semangat Disa berjalan menuju pohon besar itu berada tanpa memperdulikan rasa capek ketika mendaki tadi. Setibanya di bawah pohon besar itu Disa kegirangan melihat anggrek-anggrek yang tumbuh berjejer bak sebuah taman. Disa sangat bahagia, tidak pernah aku melihat Disa sebahagia ini. Disa berjalan diantara anggrek-anggrek itu sedangkan aku memilih duduk di bawah pohon besar dengan perasaan senang karena telah menepati janjiku. Setelah puas melihat keindahan anggrek-anggrek tersebut Disa datang menghampiri dan duduk disebelahku. Kemudian Disa berkata “Terimakasih bar, ini merupakan kado terindah di hari ulang tahunku.” Dan aku pun tersenyum. “Kamu tahu bar kenapa aku sangat menyukai anggrek-anggrek hutan ini?”ujar Disa. Aku memandang ke arah Disa dengan wajah penasaran seakan-akan ingin cepat-cepat mengetahui alasan disa menyukai bunga anggrek – anggrek tersebut,kemudian aku bertanya kenapa. “Coba lihat anggrek-anggrek itu bar, mereka tumbuh untuk menambahkan warna-warni di dunia ini dengan keindahan mereka.
Mereka tidak peduli jikasuatu hari, baik itu besok, lusa, atau kapanpun mereka akan musnah, Mereka tetap akan tersenyum dan menaburkan keindahan di dunia ini”. Aku terpana mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Disa. Setelah itu akupun mengajak Disa pulang karena hari pun sudah senja. Di perjalanan aku memikirkan kata-kata yangDisa ucapkan tadi, sungguh dalam memang pandangannya terhadap bunga Anggrek.Sesampainya di depan pagar rumah haji Nasruddin, langkah terhenti dan kemudian Disa berbalik ke arahku. “Kenapa Dis, ada yang ketinggalan?” tanyaku. “tidak bar, aku hanya sangat bahagia hari ini karena kamu telah membawaku ke tempat paling indah di dunia ini”. Jawab Disa sambil menyeka tetesan air mata yang mulai menitik di pipinya. Aku heran dengan situasi seperti ini, lalu kugenggam tangan Disa dan kutanya “kenapa engkau menangis Disa, apa aku menyakitimu?”. Namun Disa tidak menjawabnya,dalam keheningan itu Disa kemudian berkata “Aku sayang kamu bar”. Kemudian Disa berbalik dan berjalan masuk ke rumah pamannya. Aku masih terdiam kaku dan bingung di tempat semula. Aku tak percaya dengan kata-kata yang baru saja Disa ucapkan. Di dalam kebingunganku itu aku berjalan pulang kerumahku.
Malamnya aku termenung sembari memikirkan kejadian di luar dugaanku tadi sore, perasaan bingung bercampur senang itu yang kurasakan saat ini. Di satu sisi aku senang ternyata Disa juga sayang padaku, namun disisi lainnya aku bingung kenapa Disa menangis. Hingga ayam berkokok aku masih belum sempat memejamkan mataku. Dengan kepala yang masih sedikit pening aku beranjak dari alas tempat tidurku menuju sumur mengambil whudu’ dan kemudian menunaikan shalat subuh. Setelah selesai ibu kemudian memanggilku dan berkata“Nak, hari ini pulang cepat ya, ada sesuatu hal yang ingin ibu sampaikan”. Iyabu jawabku. Setelah semuanya selesai akupun berangkat menuju rumah haji Nasruddin, maksud hati ingin bertemu dengan Disa dan mengungkapkan perasaan kupadanya, namun sesampainya disana aku di buat bingung oleh situasi. Bagaimana tidak Disa sudah tidak ada lagi dirumah haji Nasruddin. Kuberanikan diri untuk bertanya kepada haji Nasruddin, namun haji nasruddin mengatakan bahwa tidak ada gadis bernama Disa yang tinggal di rumahnya selama ini. Akupun mulai emosi dan berkata kepada haji Nasruddin untuk tidak mempermainkanku, kemudian haji nasruddin memberikan aku kebebasan untuk memeriksa rumahnya jika aku tidak percaya, kemudian akupun memeriksa rumah tersebut.
Setelah sekian lamanya aku memeriksa, namun Disa juga tidak kutemukan. Dengan perasaan heran ditambah jengkel akupun pergi dari rumah haji Nasruddin. Aku heran kenapa haji Nasruddin mengatakan bahwa tidak gadis di rumahnya, kan tidak mungkin Disa itu hantu, “Ah kenapa aku berpikir-pikir yang enggak-enggak, aku berpikir secara logika,tidak ada hantu di dunia ini”. Gumamku.
Dengan perasaan yang tak menentu akupun pulang, di tengah perjalanan pulang aku melihat seseorang berlari ke arahku dengan memanggil namaku, “Akbar..Akbar..”. Kuperhatikan sosok yang memanggilku tersebut dan kemudian akupun melihat dengan jelas ternyata orang tersebut adalah Cik Munah. Beliau merupakan tetanggaku yang sangat baik, jika aku tidak ada dirumah beliau lah yang sering menjaga ibuku. Dengan terengah-engah beliau berlari ke arahku dan berkata“Akbar cepat pulang kerumah, ibumu..” belum selesai Cik Munah berujar akupun langsung berlari dan disusul Cik Munah di belakang. Sesampainya di rumah aku melihat banyak orang sudah dirumahku, aku masuk ke dalam dan kulihat seluruh tubuh ibuku sudah di tutup dengan kain. Aku tak dapat menahan tangisku ketika itu, seluruh tubuhku lemas dan aku tersungkur tak kuasa menahan kesedihan. Aku menyesal karena tidak bisa memenuhi permintaan terakhir ibuku. Setelah pemakaman ibuku selesai, aku pulang dengan perasaan yang sangat rapuh. Setiap malam aku hanya memandangi alas tempat tidur, terkadang air mataku jatuh tanpa kusadari.
Tiga hari berlalu semenjak meninggalnya ibuku aku masih di selimuti kesedihan yang amat sangat mendalam.Kemudian datanglah haji Nasrudin kerumahku dan beliau menceritakan kejadian yang sesungguhnya bahwa sebenarnya Disa itu memang kemenakannya dan kemudian dia mengatakan bahwa Disa menderita penyakit kanker otak stadium akhir, malam itu ketika Disa meninggalkanku masuk kerumah pamannya, Disa menangis dan membuat kesepakatan dengan pamannya untuk menyangkal keberadaannya dirumah itu. Dia tidak ingin aku sedih dengan keadaannya, dia hanya ingin semua orang tersenyum di sisa akhir hayatnya.Setelah membuat kesepakatan dengan pamannya Disa kemudian jatuh pingsan dan pamannya pun langsung menghubungi ayahnya untuk segera menjemput dan membawanya kerumah sakit malam itu juga. Paginya harinya Disa meninggal dengan wajah tersenyum dan dia meninggalkan sepucuk surat singkat yang di tujukan untukku.Setelah menceritakan semuanya haji Nasruddin kemudian menyerahkan surat tersebut kepadaku.
Perlahan kubuka surat itu dan aku mulai membacanya di dalam hati “Akbar, Disa tahu kalau disa salah karena sudah berbohong, namun apadaya Disa tidak bisa melihat kesedihan di wajah Akbar. Tak sanggup Disa melihat semua itu, maafkan disa jika keputusan ini membuat Akbar terluka, Disa hanya ingin seperti Anggrek di hutan, meskipun akan segera hilang dari muka bumi ini namun ia tidak pernah berhenti menaburkan keindahan untuk dunia ini”. Aku menangis tanpa hentinya, entah berapa lama aku menangis tanpa kusadari haji Nasruddin pun sudah tidak ada lagi didepanku. Perasaanku hancur berkeping-keping, aku telah kehilangan dua orang yang sangat aku cintai. Harapanku hilang sudah, ingin rasanya aku pergi dari dunia ini menyusul Ibu dan juga Disa.
Akhirnya kuputuskan untuk pergi meninggalkan desaku ini, aku ingin hidup di bukit Giyanti. Aku berangkat menuju bukit Giyanti akan ku mulai hidup baru dimana aku akan tinggal disana selamanya. Akan penuhi bukit itu dengan tanaman anggrek agar dunia ini menjadi indah seperti harapan Disa. Dua tahun lebih aku sudah hidup di bukit Giyanti dan sekarang bukit itu sudah di penuhi oleh tanaman anggrek, dan sekarang orang-orang lebih mengenal bukit Giyanti dengan sebutan bukit anggrek. Setiap hari banyak orang yang datang ingin melihat keindahan anggrek di taman anggrek terbesar yang pernah ada. Aku menghabiskan sisa hidupku di bukit anggrek dengan kenangan ibuku dan juga Kenangan Disa yang selalu melekat di hatiku. Aku berjanji akan hidup seperti bunga anggrek.
0 komentar :