Tak heran lagi kalau dilihat dari pekerjaan hari – harinya. Laki – laki yang satu ini mengais rupiah dengan cara berjualan kecil – kecilan dikampus demi untuk menyandang gelar sarjana. Meskipun kedua orang tuanya masih dalam keadaan sehat walafiat namun ia tak mengharap sepenuhnya biaya kuliah dari kedua orang tuanya. Rudi Hermawan nama lengkap dari laki – laki kelahiran Desa Dayah Keurako 23 Maret 1991. Rudi sapaan dari kawan – kawan dikampus atau lebih exis dengan sebutan Rudiloca karna di media social seperti facebook dan tweter mencantumkan nama tersebut.
Dulunya pekerjaan yang tak menentu membuat Rudi kadang - kadang jenuh. Kini Rudi sudah merubah profesinya dari pekerjaan yang tak menentu menjadi pekerjaan yang rutin dan tetap, yaitu berjualan di kios depan kantin pondok sawet komplek kampus Universitas Jabal Ghafur (Unigha) Sigli.
Berbisnis bukan pertama kalinya dilakukan oleh mahasiswa semester lima Fakultas Ilmu Administrasi ini, sebelumnya pada waktu ia masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) sudah pernah melakukan hal seperti itu. Dari kecil sudah tertanam jiwa pengusaha pada dirinya. Rudi berjualan jajanan mulai dari sekolah dasar(SD) hingga sekolah menengah pertama (SMP).
Pada menjelang lulusan SMP, dagangan Rudi yang di kendalikan oleh orang tuanya mulai runtuh dikarnakan musibah besar menimpa ayahnya. Pada 2002 – 2003 saat itu, Aceh masih dalam keadaan cek cok dengan konflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Republik Indonesia (RI). Orang tua Rudi merupakan pejabat desa pada saat itu, yaitu kepala desa (Keuchik). Pada kamis malam, tepatnya malam magang lebaran idul Adha orang tua Rudi menerima hadiah gratis dari dua orang tak dikenal (OTK) yang datang pada kiosnya dan menembaknya di kepala.
Alhamdulillah Allah masih memberkati umur ayahnya hingga saat ini masih dalam keadaan sehat walafiat. Sadisnya nasib ayahnya pada saat itu. Rudi yang saat itu seharusnya merayakan kegembiraan hari raya Idul Adha bersama keluarganya namun disebaliknya yang dirasakannya. Meskipun tanpa orang tua bersamanya pada hari lebaran, Rudi masih bisa tersenyum dengan adik – adiknya dan di ajak main oleh kawan – kawannya untuk hilangin stress yang mereka rasakan.
Rudi anak ketiga dari lima saudara kandung. Perjalanan untuk meluluskan sekolah menengah pertama (SMP) pada saat itu sudah sangat sulit dikarnakan orang tuanya yang lagi sakit. Ikhtiar dan keyakinannya dan juga adik – adiknya untuk tetap sekolah meski dalam keadaan perih, ahirnya Rudi lulus dari SMP pada 2006 – 2007 di salah satu sekolah dikabupaten Pidie Kecamatan Indrajaya, yaitu SMP N 2 Indrajaya Caleue.
Setelah lulus dari SMP, disitu Rudi baru merasakan putus sekolah. Orang tuanya tak sanggup membiayainya sekolah, abangnya juga tak ada kerja, kakaknya pada saat itu juga masih dalam pendidikan Madrasah Aliya Negeri (MAN) 1 Sigli. Sedangkan adik lakiknya duduk di bangku SMP dan adik perempuannya di bangku sekolah dasar.
Pahit kehidupannya pada saat itu terpaksa harus dijalani dengan keadaan yang serba merana. Tiga tahun Rudi menjadi pengangguran, tanpa pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada 2008 Rudi mulai di ajak berbinis lagi oleh sepupunya, disitu rudi kembali meneruskan berbisni, merantau ke Panton Labu di bawa sepupunya demi menggais rupiah untuk masa depan. Keluarganya yan dulunya tinggal di Desa Dayah Keurako kemukiman Lhok Kaju, Kecamatan Indrajaya terpaksa harus urbanisasi ke Lambusoe, Kecamatan Kota Sigli setelah ayahnya dinyatakan bisa pulang dari Rumah Sakit Umum (RSU) Zainal Abidin Banda Aceh setelah dirawat lebih kurang empat bulan pada 2003.
Menghindar dari gawat darurat yang diraskan keluarganya di kampung kelahirannya, orang tua Rudi pada saat itu juga masih dipercaya sebagai Keuchik meski gak berstatus tinggal di Dayah Keurako. Setahun tinggal di kota, musibah besar juga menimpa keluarganya, yaitu Tsunami. Kuasa Allah mengguncang tanah rencong dan melayang ribuan nyawa. Alhamdulillah Allah masih memberi keselamatan pada keluarganya.
Sebelum merantau ke Panton Labu, Rudi dan keluarganya tinggal di pengunsian di Gor Baro Raya Pidie. Kesehariannya tidak mengindahkan lagi kehidupannya yang masih muda, sudah jadi pengangguran pendidikan di tambah dengan tak ada pekerjaan. Orang tua Rudi, selain berjabat sebagai Keuchik juga kesehariannya bekerja sebagai pengemudi becak mesin penumpang. Hal itu pula pernah dilakukan abangnya demi menanggung beban keluarganya, baik biayai adik- adiknya yang masih sekolah dan kebutuhan keluarga lainnya.
Tak heran jika mengemudi becak itu sudah turun menurun pada keluarganya. Setelah orang tuanya dan diteruskan oleh abangnya, kemudian secara terpaksa Rudi juga melakukan hal yang demikian demi kebutuhan pribadinya yang semakin hari semakin dewasa.
2008 Rudi meninggalkan kota Sigli merantau ke Panton Labu, disana ia mulai berbisnis dengan sepupunya jualan sandal, sepatu dan tas. Tak lama bertahan di Panton Labu ahirnya Rudi hijrah kembali ke Sigli untuk meneruskan pendidikannya yang sudah menganggur dua tahun. Di sekolah – sekolah Negeri tak ada harapan lagi untuk Rudi melanjutkan pendidikan melainkan mengikuti paket C. Niat yang sangat menyakinkan, Rudi mendapat peluang untuk sekolah lagi meski ditempat Swasta. Sekolah Menengah Kejuruan Tunas Harapan (SMK TH) Sigli yang membuat Rudi bisa melanjutkan keperguruan tinggi, yaitu Universitas Jabal Ghafur (Unigha).
Lulus dari SMK TH pada 2011, Rudi kembali merasakan hal yang pernah dialaminya pada saat lulus SMP, ia kembali menganggur setahun karna tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan kuliah. Tak ada kata – kata putus asa baginya selagi masih berusaha, kesempatan emas di dapatkan olehnya bisa bergabung dengan organisai yang menerima kepemudaan tak mesti harus kuliah. Komite Mahasiswa Pemuda Aceh (KMPA) Pidie yang membuat Rudi bisa melanjutkan kuliah walau tidak menanggung biaya sepenuhnya.
Di KMPA Rudi mulai mendapat jaringan, pengalaman, dan solusi untuk kuliah. Rudi hanya di bantu oleh KMPA uang yang tak seberapa, cukup mengambil Ijazah dan mendaftar kuliah. KMPA merupakan pengantar Rudi untuk masuk keperguruan tinggi, lain sebagainya Rudi terpaksa mencari uang sendiri, baik bekerja sebagai operator di warnet dan pekerjaan lainnya apa saja yang menghasilkan uang asal halal.
Kini Rudi sudah dinyatakan Mahasiswa, Meskipun sudah semester lima, Rudi belum pernah mendapat biaya siswa dari kampus atau pemerintah setempat. Padahal kalau ditinjau dari kejadian yang dirasakan keluarganya sudah sepantasnya ia untuk mendapatkan biaya siswa pendidikan untuk membiayai kuliahnya. Hidup yang selalu optimis dan penuh dengan keceriaan di kampus, Rudi menjalani semua apa adanya.
Pasang surut tak pernah lepas dari bisnisnya. Jiwa dermawan benar – benar tertanam betul di dalam benak jiwanya. Ia tidak bisa melihat orang lain susah, selagi ia bisa membantunya maka akan dibantu olehnya. Dalam berbisnis Rudi berpegangan pada kata “ Tanpa utang itu bukan dagang”. Kadang – kadang demi menggais seribu demi seribu Rudi terpaksa harus memikul beban untuk menambah modal demi kelancaran bisnisnya.
Dagangan yang dijual Rudi berupa Rokok, snack, minuman mineral, BBM, dan juga pulsa M Kios. Keuntungan yang di dapat ia sangat kecil di bandingkan dengan modal yang ditanamnya. Meskipun begitu Rudi tetap mengendalikan kiosnya itu dengan barang dagangannya yang cukup minim.
Harapannya denga ada dagangan seperti itu bisa membantunya untuk mendapat gelar sarjana di kemudian harinya nanti ketika ia lulus, dan menjadi kesan – kesan yang tak bisa dilupakannya saat – saat kuliah serta bisa menjadi bahan untuk memotivasi orang lain agar tetap semangat dalam menjalani hidup, terutama bagi mahasiswa lainnya yang sedang merasa putus kuliah ditengah jalan.
(ZIKRI)
0 komentar :