Facebook Twitter Google RSS

Tuesday, May 12, 2015

Antara Mahasiswa dan Aktivis

Unknown     10:59 AM  No comments

Kreasi rudiloca
Gambar : kreasi Rudiloca
“ Mahasiswa aktivis sejati itu tahu kapan harus kuliah dan kapan harus jadi aktivis” itulah sebuah kalimat yang ditulis pada sebuah gambar yang di posting pada blogspot mahasiwa tehnik informatika S1 Universitas jabal ghafur (Unigha) Sigli itu.

.Tepatnya pada pukul 22:15 Wib, Minggu (27/April/2014), Ziaul membagikan alamat blogspot miliknya lewat pesan facebook kepada saya. Teuku Ziaul Hisbullah nama lengkap mahasiswa semester 6 Tehnik Imformatika S1 Unigha itu, berstatus penduduk di Lp.Sirong kecamatan Mutiara.

Dalam blogspot miliknya Ziaul terdapat sebuah tulisan yang berjudul “Antara Mahasiswa Dan Aktivis”, yang mana tulisan tersebut banyak menceritakan keadaan mahasiswa yang lalai dan membuang – buang waktu dikampus serta menghabiskan waktu kuliahnya hingga 12 – 14 semester.

Dibwah  ini tulisan yang saya kutib dari blogspot “Anak Teknik Informasi” (teuku Ziaul hisbullah)

***
 Hanya bagi mahasiswa tertentu yang menjadikan  kampus zona nyaman untuk menghabiskan sisa usia serta zona aman agar tidak dikatakan sebagai pengangguran. Dari pada nganggur di rumah lebih baik menjadi mahasiswa di kampus, kata seorang teman saya. Begitu sangat nyaman menyandang status mahasiswa, tidak jarang sebagian mahasiswa rela menghabiskan jatah studi maksimum 12 sampai 14 semester.

Bagi yang merasa senior di sebuah organisasi mahasiswa, mereka begitu nyaman hidup di kampus hanya untuk melakukan kaderisasi, dan mencari popularitas sebagai “senior kampus” dan ada lagi yang merasa ingin mendapat kenyamanan finansial dari orang tua mereka,

Pembenaran mereka adalah memanfaatkan peluang selagi masih mendapatkan jaminan hidup. Tidak apa –apalah lama - lama di kampus, toh masih ada yang menanggung biaya siswa, begitulah pengharapan mahasiswa terhadap orang tuanya sampai – sampai mereka (mahasiswa) lalai yang sering terjadi,,, cuma hanya bisa yang mereka lakukan contohnya “ONLINE” di kantin - kantin yang ada wifi, dan nongkrong tanpa memikirkan apa - apa.

Beda dari komunitas mahasiswa yang harus mandiri untuk menempuh perjalanan pendidikan. Dalih pembenaran di kampus bukan kenyamanan, melainkan “keterpaksaan dari orang tua ”. Bagi mereka, menjadi mahasiswa adalah kesempatan untuk meraih gemilang masa depan. Karena itulah, banyak di antara mereka yang selama masih menjadi mahasiswa juga ikut berbagai kegiatan kampus atau sambil bekerja paruh waktu.
Aktivitas di kampus adalah untuk memperkaya poin, bukan koin. Demi memenuhi kebutuhan yang mereka inginkan, sampai - sampai mereka rela berlama-lama di kampus sehingga meraka di sebut sebagai aktivis kampus, Entah apa yang mereka impikan kelak tercapai?. Empat tahun menjadi mahasiswa terasa kurang cukup waktu untuk melakukan usaha diri, menempa diri, mengembangkan diri. Sakralitas waktu mereka manfaatkan secara baik.
Begitulah mahasiswa yang ada di aceh khususnya dan di Indonesia pada umumnya, sehingga akan mereka mempertanyakan lebih banyak yang mana apakah mahasiswa yang merasa nyaman di kampus dan yang merasa terpaksa terus hidup di kampus ?????
Memang belum ada penelitian mendalam tentang hal itu. Namun bila dilihat dari fenomena kehidupan dan gaya hidup di kampus, tak sulit menemukan banyak kesalahan di kalangan rakyat kampus. Gaya tutur kata, gaya tubuh, dan gaya bahasa ternyata masih menyisakan ironi dan kegenitan intelektual.,,,  heheheh …..
Cara-cara bergaya itu ternyata terdukung oleh gaya arsitektur kampus yang begitu mewah  dan lingkungan yang melingkupinya begitu indah. Karena banyak mahasiswa bersepeda motor atau bermobil ria ketika kuliah, pihak kampus pun tak segan menyediakan tempat parkir luas dan nyaman.
Kebijakan praktis kampus bukan untuk mengatur agar mobilitas kendaraan tidak menyesaki ruang belajar, tetapi justru memperluas area parkir. Akibatnya, kampus tampak seperti mall yang kikuk menampung kendaraan.
Kenyamanan tempat makan juga membuat kampus harus menyediakan ruang kantin lebih besar. Bukan hanya mahasiswa yang diuntungkan, pihak kampus pun meraup untung dari sewa tempat para penjaja makanan di kantin. Kampus akhirnya seperti pasar, ramai tawaran dan permintaan makan-minum dari mahasiswa yang lapar atau sekadar nongkrong. Bergaya. Ruang kampus makin sesak dengan transaksi dan ekspresi gaya hidup mahasiswa.
Bagaimana dengan pusat studi (PUSI) ???? Dijamin, perpustakaan, majelis diskusi, seminar, dialog, dan lain-lain adalah tempat terasing dan singgahan terakhir bagi mahasiswa ketika ada tuntutan akademis “menulis makalah atau skripsi”. Ia bukan ruang singgahan yang asyik untuk memanjakan diri. Perpustakaan adalah kegelapan yang sepi peminat. Padahal, ia merupakan jantung perguruan tinggi.
Sering dibungkam ruang-ruang sepi senyap dan “GELAP” itu hanya dinikmati kalangan mahasiswa yang merasa “terpaksa” melakoni diri sebagai rakyat kampus. Ada ejekan sinis dari sementara mahasiswa bahwa menghadiri acara-acara “tak bergaya” itu tidak menjamin masa depan.
 Perguruan tinggi juga kurang melirik aktivitas mereka. Tak ada kebijakan infrastruktur bermakna yang mewadahi komunitas-komunitas diskusi dan kelompok studi mahasiswa, yang dihuni rakyat kampus “terpaksa” itu. Sulit menemukan gedung yang khusus diperuntukkan bagi diskusi atau pentas seni contohnya.
Dalam beberapa kasus, aktivitas mereka malah sering kali dibungkam secara birokratis. Teriakan pers mahasiswa acap tak didengar, bahkan dibungkam secara demontrasi oleh mahasiswa sampai - sampai menghadirkan pembicara dalam sebuah diskusi, kelompok kritis itu harus beraudiensi dulu dengan pengelola kampus, bila tidak ingin mendapatkan resistensi birokratis. Akhirnya, tak jarang hasrat intelektual mereka dikebirikan. Hidup di kampus makin tak nyaman, kian tidak aman….

Karena ketidak nyamanan yang kian tidak aman, mereka keluar kampus mencari napas kebaruan. Justru ketika bergabung dengan kelompok luar itulah mereka lebih bisa mengembangkan diri dan terbuka, baik untuk mencari proyek maupun mengembangkan sayap intelektual.
“Saya tidak mau menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang-kuliah-pulang),” kata seorang kawan saya. Pilihan gaya mahasiswa memang beda-beda. Tergantung pada kenyamanan masing-masing  apakah mereka bisa menghargai perkataan orang tua atau mereka akan menyalahi mereka pada suatu saat nanti….. BERPIKIRLAH SEBELUM TERLAMBAT,,,,,!!!!!!
foto istimewa : T.Ziaul Hisbullah
Penulis adalah : Teuku Ziaul Hisbullah
Mahasiswa semester VI Fakultas Tehnik Imformatika Unigha Sigli
Alamat : LP. Sirong Mutiara
Aktif di Organisasi Komine Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sigli (Aceh Pidie)

Editor : Rudi Hermawan


Unknown


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Ut odio. Nam sed est. Nam a risus et est iaculis adipiscing. Vestibulum ante ipsum faucibus luctus et ultrices.
View all posts by Naveed →

0 komentar :

Text Widget

Recent news

About Us