“Bukan hanya bakso bakar saja yang dikenal, namun ada juga Tempe dan tahu bakar”
Sore itu, langit mendung dan gerimispun mulai terasa, perjalanan dari Gle Gapui menuju Cot Geunduek diguyur hujan hingga basah pakaianya. Untuk memasuki ke desa tersebut, ada dua simpang jalan masuk. Bisa melalui simpang jalan Sigli- Garot, Keulibeut dayah tutong, dan bisa juga melewati simpang jalan Keunire - Lhok Kaju, Cot Geunduek. Kebetulan kita dari Gle Gapui melintas jalan Sigli-Garot. Tiba di gampong Keulibeut Dayah Tutong, terdapat satu simpang jalan yang bisa tembus ke desa Cot Guenduek. Kita melewati simpang jalan tersebut, sekitar 100 m perjalanan dari jalan raya Sigli-Garot, terlihat ada komplek perumahan bantuan untuk para korban Tsunami di seputaran kota Sigli. Kemudian perjalanan diteruskan untuk menuju ketempat tujuan. Diperkirakan sekitar 2 menit dari komplek perumahan tadi menuju ke Cot Geunduek. Memasuki kawasan gampong Cot geunduk, kemudian juga kelihatan komplek perumahan yang sama seperti di keulibeut Dayah Tutong.
Digampong Cot Geunduek memiliki tiga komplek perumahan bantuan untuk korban Tsunami di seputaran kota Sigli, yaitu komplek perumahan No 56, 24, dan yang satu lagi tidak teringat lagi, beda dengan Keulibeut Dayah Tutong yang memiliki satu komplek perunahan.
Digampong Cot Geunduek memiliki tiga komplek perumahan bantuan untuk korban Tsunami di seputaran kota Sigli, yaitu komplek perumahan No 56, 24, dan yang satu lagi tidak teringat lagi, beda dengan Keulibeut Dayah Tutong yang memiliki satu komplek perunahan.
Dipersimpangan memasuki komplek 56 perumahan bantuan para korban Tsunami di seputaran kota Sigli, yang kini tinggal di gampong Cot Geunduek, kecamatan Pidie, kabupaten Pidie, terlihat seorang remaja yang sedang melayani pelangganya dibawah tenda biru berukuran 2 X 3 m, dibagian sudut – sudut tenda tersebut diikat dengan tali plastik, kemudian diikat pada empat tiang yang terbuat dari bambu.
Muhammad Fadil nama lengkap remaja tersebut, atau sering disapa dengan sebutannya Fadil. Remaja kelahiran Samalanga 2 Februari 1997, ia juga merupakan siswa kelas satu sekolah menengah kejuruan (SMK) negeri 2 Sigli. Remaja berperawakan tinggi ini, dan berwarna kulit putih, sudah tiga tahun menghabiskan waktu dibawah tenda biru untuk menjual jajanannya, yaitu bakso bakar, tempe dan tahu. Fadil membuka usahanya mulai pukul 15:00 wib sore ketika ia sudah pulang dari kewajibannya menuntut ilmu di SMK N 2 Sigli.
Fadil tinggal bersama ibunya, dan dua adik laki – lakinya. Fadil merupakan anak yatim setelah Alm.ayahnya akibat tenggelam kapal beberapa tahun silam. Hidup dibawah gebuk bantuan, Fadil setiap hari harus berjualan jajanannya demi kebutuhan keluarganya. Setiap hari Fadil menghabiskan 50 tusuk jajanannya yang dibuka mulai pukul 15 :00 – 21 :00 malam.
Fadil menjual jajanannya dengan harga Rp. 1000 / tusuk. Pendapatan yang didapatkan Fadil lumayan untuk membiayai kebutuhan keluarganya. “Lumayan untuk jajan sekolah sudah ada, walau sedikit dan kebutuhan keluarga,” ucap remaja itu.
Jajanan yang dijual Fadil banyak diminati oleh kalangan anak – anak, para remaja, bahkan hingga orang dewasa. Fadil juga mengatakan, bahwa jajananya banyak laku ketika musim hujan seperti saat ini, karna para orang – orang kelaparan, apalagi mencium aromanya.
“Banyak laku disaat musim hujan, karna kalau hujan enaknya sudah pasti yang Hot – hotlah, dan orang – orangpun terasa lapar jika sedang hujan.”
Jajanan yang dijual Fadil membutuhkan bahan seperti tempat bakar, arang untuk membakarnya, ayam, tepung terigu, penyedap rasa, kanji, cabai, bumbu – bumbu khas, tempe, dan tahu.
0 komentar :